Fiksinfo #3 ~ Protagonist vs Antagonist - Dya Ragil

6 Desember 2012

Fiksinfo #3 ~ Protagonist vs Antagonist

Tahukah kalian, saya sering menemukan di grup-grup penulis tentang kesalahpahaman mengenai dua istilah ini?

Saya pernah membaca pertanyaan semacam ini: Bagaimana kalau kita menciptakan tokoh utama yang antagonist? Apakah diperbolehkan?

Err … apa kalian melihat ada yang ganjil dengan pertanyaan itu?

Mari kita lihat dari segi bahasa.

Protagonist berasal dari kata proto (utama) dan agonist (tokoh dalam karya fiksi). Secara bahasa, protagonist dapat diartikan sebagai tokoh utama dalam karya fiksi. Sementara, antagonist berasal dari kata anti (lawan) dan agonist. Secara bahasa, antagonist dapat diartikan sebagai tokoh lawan dalam karya fiksi.

Jadi, apakah tokoh utama itu harus baik dan tidak boleh jahat? Tentu tidak. Silakan saja kalau ingin membuat tokoh protagonist yang jahat. Toh, kita bebas menciptakan tokoh utama cerita kita menjadi seperti apa pun, kan?

Begitu pula sebaliknya, kita juga bebas menciptakan karakter antagonist yang baik. Toh, pengertian antagonist kan melawan tokoh utama, tokoh yang berseberangan pihak dengan tokoh utama, atau tokoh yang merintangi tokoh utama mencapai tujuannya.

Hanya saja, kita sering dibuai dengan tokoh protagonist yang baik, jadi pengertian soal “tokoh baik dinamakan protagonist dan tokoh jahat dinamakan antagonist” itu melekat di benak kita sejak dulu. Jadi, apa boleh kita tabrak pengertian salah kaprah macam itu? Ooo, boleh banget. Harus, malah.

Misalkan saja J.K. Rowling ingin membuat novel yang menceritakan tentang Lord Voldemort, maka Voldemort-lah yang menjadi protagonist dan Harry yang menjadi antagonist.

Contoh kisah yang menggunakan protagonist anti-hero (karakter protagonist yang kelakuannya tidak mencerminkan tokoh baik seperti hero pada umumnya):
  1. Magic Kaitou (manga karya Aoyama Gosho yang menjadikan sang Pencuri Kaitou KID sebagai tokoh utama—di sini, para polisi-lah yang menjadi antagonist).
  2. Artemis Fowl (novel yang menceritakan tentang seorang bocah pemburu peri. Di sini, Holly yang merupakan peri yang diculik—yang ternyata adalah semacam polisi elit di dunianya—berlaku sebagai antagonist).
Ah, sepertinya penjelasan kilas nan singkat itu cukup, ya? Saya rasa kalian bisa mencari contoh lain yang lebih pas untuk menggambarkan seorang protagonist anti-hero dan seorang antagonist anti-villain (karakter antagonist yang kelakuannya tidak mencerminkan tokoh jahat seperti villain pada umumnya).

Oke, sampai ketemu lagi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar