Diskusi KSM #1 ~ In Medias Res - Dya Ragil

11 Juni 2013

Diskusi KSM #1 ~ In Medias Res

Intro dulu ya?

Apa itu KSM?

KSM itu kepanjangan dari Kelompen (Kelompok Penulis) Sabtu Malam, sebuah komunitas kecil-kecilan bagi para penulis-wannabe buat ngumpul dan diskusi macam-macam. Berkaitan dengan kepenulisan, tentu saja. Kami biasa kumpul di markas besar (?), tepatnya di Garden Cafe Kopma UNY, kecuali kalau tempat itu sedang tutup atau ada acara sehingga kami harus pindah tempat (Sabtu kemarin kami pindahnya ke foodcourt UGM). Biasanya diadakan tiga minggu sekali sih. Yang orang Jogja, yang orang Jogja, silakan gabung deh kalau mau. Makin banyak orang, makin bagus diskusinya kan? :D

Oke, jadi pada hari Sabtu, 8 Juni kemarin, dimoderatori oleh Juno, kami membahas tentang In Medias Res.


In Medias Res itu merujuk kepada kisah/penulisan cerita yang bermula langsung di tengah cerita, biasanya langsung ke bagian yang penting dari sebuah cerita. Sederhananya, kita langsung melempar karakter cerita kita ke tengah-tengah konflik yang sedang terjadi. Biasanya akan diikuti dengan sedikit flashback untuk menguatkan posisi karakter dalam konflik itu, sehingga nggak terkesan ujug-ujug atau tiba-tiba sehingga membuat kita menyeletuk, "Lho, kok jadi gini? Kok tiba-tiba gitu?", tanpa sebab yang jelas.

Setelah bicara teori, Juno lalu menantang kami (yang datang waktu itu cuma 5 orang termasuk saya dan sang moderator) untuk menulis di tempat, aplikasi dari In Medias Res itu, dalam waktu 15 menit. Aturannya simpel: kami masing-masing menyumbangkan satu kata yang harus ada dalam cerita dadakan yang kami bikin. Lalu, yang perempuan karakter utamanya harus laki-laki, begitu pula sebaliknya. Awalnya ditentukan memakai PoV 1, tapi kemudian dibebaskan boleh pakai PoV 3. Saya pribadi sih pakai PoV 1.

Nah, ini contoh bikinan saya:

(Oiya, ini kata kunci dari kami berlima: mata, air, emas, cahaya, danau.)

Dia sebenarnya bukan orang jahat. Tapi, sikapnya yang begitu keras menentang apa pun yang kulakukan, sorot mata tajamnya tiap kali "berbincang" denganku itu, seolah membuat kehadirannya dalam hidupku hanya sebagai tokoh antagonis. Dan hari ini, semuanya semakin jelas.

Aku memelototi bayangannya yang tercermin dalam air di danau belakang rumah. Sambil mengusap-usap pipiku yang sakit oleh pukulan barusan, aku bangkit. Lalu berdiri menantangnya.

Aku tahu ada kemarahan yang berkilat di matanya. Aku tak peduli. Karena hal yang sama juga berkilat di mataku. Jadi, kuputuskan untuk meladeninya, walau ini bukan aku yang memulai.

Aku langsung berlari menabraknya. Kami berguling hingga menembus hutan, menuju tanah lapang--tepat ketika bulan keluar dari persembunyiannya dari balik awan. Tepat ketika aku berada di atasnya, siap untuk balas menghajar, cahaya bulan menerpa wajahnya, menampakkan mata emasnya yang diliputi kegetiran. Dan ucapannya berikutnya benar-benar menamparku melebihi apa pun.

"Kalau kau tidak egois dan meninggalkannya sendirian, Ibu masih akan tetap bersama kita, Kak."

Lalu aku sadar. Aku-lah antagonisnya.

Oh well, sebenarnya flashback bisa berbentuk banyak hal. Biasanya narasi sih. Tapi, dalam kerjaan saya itu, saya pakai dialog sebagai flashback-nya. Ehehe, mungkin gara-gara waktu yang sempit, saya nggak sempat mikir lama-lama.

Oke, saya sudahi dulu. Setelah ini, sebisa mungkin saya ingin share inti dari hasil diskusi kami tiap tiga minggu di sini. Semoga saya nggak kena virus lupa. #plak

Salam :3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar