Minat Baca Rendah: Apa yang Salah? - Dya Ragil

21 Agustus 2011

Minat Baca Rendah: Apa yang Salah?

Bicara tentang minat baca masyarakat, kita bisa mengatakan bahwa minat baca masyarakat kita masih belum sebagus beberapa negara tetangga kita, Malaysia dan Filiphina, misalnya. Apalagi kalau membandingkannya dengan negara Eropa dan Amerika, tentu masih jauh. Lalu, apa yang salah?

Masyarakat Indonesia masih lebih suka berbicara daripada membaca. Terdapat suatu lompatan budaya yang sangat besar dari budaya lisan ke budaya digital. Ironisnya, saking besarnya lompatan itu, ada suatu proses yang hilang. Proses itu bernama budaya baca tulis. Belum sempat budaya baca tulis mengakar kuat di negeri ini, tahu-tahu sudah diserbu saja oleh pengaruh globalisasi hingga menggiring masyarakat untuk mengonsumsi televisi.

Meskipun di mana-mana orang-orang cenderung untuk duduk manis di depan televisi, namun budaya baca negara-negara Eropa dan Amerika termasuk masih tinggi. Mungkin karena lompatan budaya mereka termasuk dalam kategori “normal”. Tidak seperti di Indonesia, begitu televisi telah merajai rumah-rumah, budaya lisan perlahan-lahan memudar. Bahkan budaya baca tulis pelan tapi pasti juga ikut tergeser sebelum bisa menempati posisi yang layak di masyarakat.

Tentu kita tidak bisa begitu saja menyalahkan lompatan budaya yang sebenarnya memang patut disesalkan itu. Ada beberapa faktor lain juga yang “mengompori” rendahnya budaya baca. Misalnya saja sistem pembelajaran di Indonesia yang belum membuat siswa atau mahasiswa harus membaca buku lebih banyak daripada materi yang diajarkan kepada mereka. Masih jarang sekali tugas untuk mencari informasi atau pengetahuan tambahan diberikan oleh pendidik. Buku yang beredar biasanya hanya buku paket pelajaran yang bahkan disentuh oleh siswa pun jarang, apalagi dibaca.

Sebenarnya, kehadiran perpustakaan sekolah yang semakin banyak merupakan angin segar dalam dunia baca tulis di Indonesia. Di mana lagi tempat selain rumah yang bisa menjadi permulaan anak-anak untuk menumbuhkan budaya baca tulis? Tentu saja jawabannya adalah sekolah. Akan sangat bagus apabila sekolah pun ikut andil dalam meningkatkan budaya baca tulis di kalangan pendidik dan peserta didik. Ada banyak cara yang bisa dilakukan. Pertama-tama, tentu saja dengan mengembangkan perpustakaan sekolah. Selain itu, sekolah juga dapat memberikan apresiasi kepada peserta didik yang memiliki minat baca cukup tinggi. Cara mengetahuinya salah satunya dengan memeriksa data perpustakaan.

Bahkan guru juga bisa memberikan siswa tugas membaca beberapa buku dan meminta siswa untuk menceritakan isi buku itu di depan kelas. Berikan juga tugas tambahan untuk meringkas isi buku itu. Hasilnya bisa dimasukkan ke dalam hasil tugas pengayaan. Kalau guru mengatakan bahwa tugas itu akan diikutkan dalam penilaian akhir, siswa mau tidak mau akan berusaha untuk membaca walau mungkin awalnya merasa enggan. Tapi, kalau kegiatan semacam itu dilakukan dengan rutin, siswa akan terbiasa. Siapa tahu hal itu bisa memacu budaya baca tulis siswa.

1 komentar: